Ultimum Remedium dalam Penegakan Hukum Korupsi Pengadaan di Perusahaan BUMN dibidang Kontruksi
DOI:
https://doi.org/10.65344/bleach.v2i2.133Keywords:
Korupsi, Pengadaan Barang dan Jasa, BUMN, Ultimum Remedium, Pidana Uang PenggantiAbstract
Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) konstruksi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sering kali menghadapi dilema antara pelanggaran administratif dan pemidanaan. Studi ini menganalisis putusan pengadilan dalam perkara No.34/PID.SUS-TPK/2022/PN.JKT.PST untuk menyoroti ketidaksesuaian antara nilai kerugian negara dan pidana uang pengganti, serta penerapan asas ultimum remedium yang belum optimal. Melalui pendekatan yuridis normatif dan analisis putusan, ditemukan bahwa kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif berpotensi mengaburkan prinsip keadilan substantif dan efektivitas pemulihan kerugian negara. Penelitian ini menemukan bahwa kontrak kerja pengadaan barang dan jasa (PBJ) konstruksi pada perusahaan BUMN memiliki kerentanan tinggi terhadap praktik korupsi, terutama ketika proses pengadaan tidak berjalan transparan dan akuntabel. Hasil penelitian juga menunjukkan ketidaksinkronan antara kerangka regulasi dan penerapannya di lapangan. Meskipun Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 telah memberi ruang penyelesaian melalui sanksi administratif dan perdata, penegakan hukum tetap didominasi pendekatan pidana sebagai primum remedium. Selain itu, ketidakjelasan dasar perhitungan pidana uang pengganti dalam putusan semakin menegaskan lemahnya koordinasi antara penegak hukum dan lembaga audit negara. Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa penegakan hukum pada kasus korupsi PBJ konstruksi masih menghadapi tantangan serius. Ketidakkonsistenan penerapan regulasi dan kurangnya pertimbangan yuridis yang proporsional dalam putusan berpotensi mengurangi legitimasi hukum di mata publik. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi kebijakan, penguatan pemahaman aparat terhadap aspek administratif PBJ, serta penerapan sanksi yang lebih seimbang sesuai asas keadilan dan prinsip pemulihan kerugian negara. Oleh karena itu, diperlukan reformulasi kebijakan penegakan hukum yang lebih proporsional, sinergi antar lembaga, serta penguatan kapasitas pejabat pengadaan di BUMN.
References
Ibrahim, J. (2016). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi). Malang: Bayumedia Publishing.
Marzuki, P. M. (2017). Penelitian Hukum (Cetakan ke-2). Jakarta: Kencana.
Hadjon, P. M. (2011). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Lubis, T. M. (2018). Korupsi dan Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Marbun, J. P. (2019). Peran Hakim dalam Menegakkan Keadilan Substantif. Yogyakarta: FH UGM Press.
Saragih, R. (2020). Efektivitas Pidana Uang Pengganti dalam Kasus Korupsi. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 50(2), 145–162.
Hadjon, P. M. (2011). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Lubis, T. M. (2018). Korupsi dan Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Marbun, J. P. (2019). Peran Hakim dalam Menegakkan Keadilan Substantif. Yogyakarta: FH UGM Press.
Saragih, R. (2020). Efektivitas Pidana Uang Pengganti dalam Kasus Korupsi. Jurnal Hukum dan Pembangunan, 50(2), 145–162.



